Aku
adalah seorang pelajar SMA. Dulu aku adalah sosok gadis yang ceria, mudah
bergaul, dan mempunyai banyak teman. Namun sekarang aku berubah menjadi pribadi
yang pendiam dan suka menyendiri, bukan karena aku sombong atau apa, hanya saja
aku tidak ingin menambah daftar orang yang menangisi kepergianku nanti. Hari-hariku
hanya ditemani oleh buku harian, kursi roda yang setia menemaniku kemanapun aku
pergi dan tentunya penyakit yang menyebabkan kemampuan fisikku hilang, hingga
akhirnya lumpuh. Ya, ataxia namanya. Dokter Chris yang memintaku untuk
menuliskan setiap kejadian yang kualami di buku harian, aku tidak tahu untuk
apa, mungkin untuk mengetahui apa yang kulakukan di sisa hidupku.
Dulu
aku mempunyai keluarga yang lengkap, ada papa, mama, sama kakak perempuanku. Papa
itu pahlawan. papa is my hero. Berkat papa kita bisa hidup
enak seperti ini. Tapi papa pergi lebih dulu. Papa ninggalin kita. Kakakku
cantik dan juga baik, namanya Pramudina. Nama yang bagus bukan? Tapi sekarang
dia uda nggak sama aku lagi, dia uda di surga. Apa mungkin aku akan menyusul
mereka sebelum mama? Yaa.. mungkin saja.
***
___________________________________________________________________
-
Selamat datang ataxia-
Namaku Mutiara.
Ini tulisan pertamaku. Aku nggak tau kenapa Dr.Chris menyuruhku menulis apa
yang kualami di buku harian. Hmm, mungkin agar beliau bisa memantau
perkembangan penyakitku. Hmm, yaa.. mungkin saja. Tapi aku tidak mau seorangpun
tau apa yang kualami, termasuk Dr.Chris. Aku tidak mau menceritakan kesedihan,
kesakitan, penderitaan ku disini. Aku akan menceritakan kebahagiaanku saja.
Yaa, kalaupun itu ada :) Selamat datang ataxia, selamat datang di buku diary bahagiaku :) kau
bukan penghalangku untuk tetap tersenyum..
__________________________________________________________________
***
Hari
itu datang, sebuah perubahan yang merevolusi jiwaku. Saat pertama aku
mengenalnya, Lian. Ia murid baru dengan tatapan penuh kepercayaan memilih duduk
sebangku denganku. Awalnya aku hanya diam, tapi ia selalu mengajakku bicara
hingga akhirnya pribadiku yang ceria dulu kembali. Ia tak pernah berhenti
melontarkan berbagai macam pertanyaan yang selalu membuatku berbicara panjang
lebar. Semakin aku berbicara dengannya, semakin aku mengenalnya lebih jauh, semakin
aku merasa nyaman berada didekatnya, dan semua itu berkembang menjadi sebuah
kebebasan. Kebebasan menceritakan apa yang kualami. Dan kebebasan itu
berkembang menjadi sebuah kepercayaan.